Pengantar antropologi

Ruang Lingkup dan Perkembangan Antropologi

Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat
manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari
kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu.
Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang
kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya.
Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia
dan kebudayaannya.
Antropologi mulai dikenal banyak orang sebagai sebuah ilmu
setelah diselenggarakannya simposium International
Symposium on Anthropologi pada tahun 1951, yang dihadiri oleh
lebih dari 60 tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan
Ero-Amerika dan Uni Soviet. Simposium ini menghasilkan buku
antropologi berjudul “Anthropology Today” yang di redaksi
oleh A.R. Kroeber (1953), “An Appraisal of Anthropology
Today” yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), “Yearbook of
Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan
“Current Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr.
(1956). Setelah simposium ini, di beberapa wilayah berkembang
pemikiran-pemikiran antropologi yang bersifat teoritis,
sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam
tataran fungsi praktisnya.
Dilihat dari perkembangannya, sejarah antropologi dapat dibagi
ke dalam 5 fase yaitu fase pertama bercirikan adanya bahan-
bahan deskripsi suku bangsa yang ditulis oleh para musafir,
penjelajah dan pemerintah jajahan. Fase kedua, sampai fase
keempat merupakan kelanjutannya di mana antropologi
semakin berkembang baik mencangkup teori maupun metode
kajiannya. Fase ke lima merupakan tahap terbaru yang
menunjukkan perkembangan antropologi setelah tahun 1970-
an.
Menurut Kontjaraningrat, antropologi di Indonesia hampir tidak
terikat oleh tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai
tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari
beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan
kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.

Cabang Ilmu Antropologi dan Hubungannya dengan Ilmu Sosial
lainnya

Ruang lingkup dan kajian antropologi memfokuskan kepada lima
masalah di bawah ini, yaitu:
. masalah sejarah asal dan perkembangan manusia dilihat

dari ciri-ciri tubuhnya secara evolusi yang dipandang dari
segi biologi;
. masalah sejarah terjadinya berbagai ragam manusia dari
segi ciri-ciri fisiknya.
. masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya
beragam kebudayaan di dunia;
. masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran
berbagai macam bahasa di seluruh dunia;
. masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam
kehidupan masyarakat-masyarakat suku bangsa di dunia.
Berdasarkan penggolongan masalah tersebut, ilmu antropologi
terbagi ke dalam 5 cabang ilmu yaitu:
. Paleoantropologi
. Antropologi Fisik
Keduanya lebih dikenal sebagai Antropologi Fisik dalam arti
“luas”
. Prasejarah
. Etnolinguistik
. Etnologi
Ketiga terakhir secara luas dikenal dengan sebutan

Antropologi Budaya atau Antropologi Sosial.
Spesialisasi yang terjadi pada bidang antropologi
memungkinkan terjadinya kerja sama antarbidang ilmu, yaitu
antropologi dan bidang lain. Sosiologi menjadi salah satu bidang
ilmu yang paling erat dengan antropologi karena dianggap
banyak persamaannya. Di beberapa universitas kedua ilmu itu
telah dilebur menjadi satu jurusan saja yaitu jurusan
antropologi-sosiologi atau sosiologi-antropologi. Keterkaitan
antara antropologi dengan beberapa bidang ilmu lainnya, di
antaranya adalah dengan ilmu administrasi, Ilmu Politik, Ilmu
Sejarah, dan psikologi.

Teori Evolusi Dan Perkembangannya

Teori Evolusi dan Antropologi
Disiplin ilmu antropologi memperoleh tempat sebagai salah satu
ilmu pengetahuan setelah menerapkan teori, konsep, dan
metode sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmu
pengetahuan alam. Salah satu teori yang dipinjam adalah teori
evolusi dari disiplin ilmu biologi. Pemikiran evolusionisme Darwin
menyatakan bahwa semua bentuk kehidupan dan jenis-jenis
makhluk hidup yang ada di muka bumi ini mengalami proses
evolusi. Pemikiran evolusi ini diterapkan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis proses-proses evolusi sosial budaya
masyarakat. Salah satunya adalah pemikiran Herbert Spencer,
salah seorang tokoh evolusionis, yang berpendapat bahwa
perkembangan masyarakat dan kebudayaan tiap-tiap bangsa di
dunia telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama
(evolusi universal).

Teori Evolusi dan Antropologi Masa Kini
Pemikiran evolusi multi-linear muncul dilatarbelakangi oleh
kenyataan bahwa pemikiran evolusi unilinear, ketika
dihadapkan pada bahan-bahan etnografi yang ada, pada kasus-
kasus tertentu ternyata tidak berlaku universal. Sehubungan
dengan fakta ini maka dikembangkanlah konsep inti
kebudayaan untuk menjelaskan garis-garis spesifik
perkembangan dalam masyarakat atau kelompok masyarakat.
Pokok pikiran dari teori evolusi multi-linear adalah bahwa bagi
kebudayaan yang memiliki inti kebudayaan yang kurang lebih
sama akan berevolusi mengikuti suatu rangkaian evolusi yang
sama meskipun berbeda dalam detil spesifiknya.
Dalam rangka menjelaskan asal mula terjadinya aneka ragam
masyarakat dan kebudayaan manusia di seluruh belahan dunia,
selain dikenal adanya teori evolusi juga dikenal adanya teori
difusi. Menurut pemikiran difusionisme, kebudayaan manusia itu
pangkalnya adalah satu dan di suatu tempat tertentu, yaitu
pada waktu manusia baru saja muncul di dunia. Kemudian
kebudayaan induk tersebut berkembang dan menyebar ke
dalam banyak kebudayaan baru dikarenakan pengaruh
lingkungan hidup, alam, dan waktu.
Pemikiran darwinisme dan pemikiran evolusionisme pada
akhirnya mengalami perkembangan yang memunculkan
pemikiran neo-darwinisme dan neo-evolusionisme. Neo-
darwinisme berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan
manusia adalah perpanjangan (berasal) dari makhluk hewan
yang berwujud manusia – yang berevolusi. Sementara itu di lain
pihak neo-evolusionisme berpendapat bahwa evolusi tidak
harus selalu diartikan atau disamakan dengan kemajuan, seperti
dari kondisi sederhana menjadi kompleks. Perbedaan kedua
pemikiran ini menunjukkan apa sesungguhnya manusia, dan
perbedaannya dengan makhluk yang lainnya.

Teori Strukturalisme Dan Perkembangannya

Fungsionalisme dan Struktural-Fungsionalisme
Dalam menganalisis masyarakat dan kebudayaan umat manusia,
salah satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
fungsionalisme dan struktural fungsionalisme. Pendekatan ini
muncul didasari oleh pemikiran bahwa manusia sepanjang
hayatnya dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain di
sekitarnya, sehingga manusia tidak pernah seratus persen
menentukan pilihan tindakan, sikap, atau perilaku tanpa
mempertimbangkan orang lain.
Teori fungsionalisme dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski,
yang banyak mendapat pengaruh dari ilmu psikologi. Dia
mengembangkan teori fungsi kebudayaan, melalui kajiannnya
yang sangat terkenal yaitu sistem kula pada masyarakat
Trobiand. Berdasarkan kajiannya dia menyimpulkan bahwa
setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi sosial terhadap
unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Di lain pihak, Radcliffe-Brown dalam mengkaji gejala sosial yang
ada di masyarakat menawarkan konsep struktur sosial.
Menurutnya masyarakat adalah sistem sosial yang mempunyai
struktur seperti halnya molekul atau organisma. Kajian yang
menggunakan konsep struktur sosial ini juga dilakukan oleh
Raymond Firth, Evans-Pritchard, dan Fortes.

Strukturalisme: Kritik dan Perkembangannya
Claude Levi Strauss adalah tokoh dari teori strukturalisme.
Sumbangan yang paling dikenal dari Levi Staruss adalah
pemikirannya dalam teori oposisi binar. Dalam rangka
menjelaskan teori oposisi binar ini, dia mengupas masalah segi
tiga kuliner yaitu kajian tentang makanan. Selain itu Levi Strauss
juga tertarik dengan masalah kekerabatan dan mengkaji
masalah sistem pertukaran dalam kekerabatan.
Dalam perkembangannya ternyata pendekatan struktural
fungsional dianggap tidak cukup memadai digunakan untuk
mengkaji masyarakat modern. Oleh karena itu muncul
pendekatan jaringan sosial, yang dianggap lebih mampu
menjelaskan gejala sosial yang ada di masyarakat. Analisis
jaringan sosial ini menekankan pada analisis situasional, di mana
tindakan sosial, perilaku, dan sikap seorang manusia dianggap
tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungannya.
Dalam rangka menjelaskan pentingnya konsep jaringan sosial,
para ahli membedakan antara penggunaan ide jaringan sosial
sebatas metaforikal dan sebagai konsep analitikal. Di dalam
realita kehidupan, jaringan hubungan sosial ini sangat kompleks
dan saling tumpang tindih atau saling memotong. Untuk itu
maka dibedakan antara jaringan total dengan jaringan partial.
Sementara itu bila ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang
membentuk jaringan sosial maka dibedakan atas jaringan
interes, jaringan sentiment, dan jaringan power.

Etnografi
Pengertian, Konsep dan Teknik
Etnografi adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian
antropologi. Penelitian etnografi ini mensyaratkan dilakukannya
penelitian lapangan di mana peneliti bertindak sebagai orang
yang sedang mempelajari suatu kebudayaan. Dalam melakukan
penelitian etnografi, peneliti harus menguasai secara baik
konsep-konsep dan teknik-teknik yang akan digunakannya. Di
samping itu untuk memperoleh data yang obyektif maka peneliti
harus tinggal di dalam komunitas yang ditelitinya.
Pada periode kajian antropologi klasik, metode etnografi
digunakan untuk meneliti masyarakat sederhana. Akan tetapi
metode etnografi ini telah mengalami evolusi besar, di mana
dewasa ini metode etnografi bisa juga diterapkan untuk meneliti
masyarakat kompleks. Dalam meneliti masyarakat kompleks,
peneliti akan memulainya dengan mengambil satu atau lebih
culture scene sebagai fokus kajian. Di samping itu penelitian
pada masyarakat kompleks juga mulai menggunakan teknik-
teknik penelitian lainnya seperti teknik survei. Sementara itu
teknik analisis jaringan sosial lazim digunakan untuk meneliti
masyarakat kompleks dalam rangka mendeskripsikan pola-pola
hubungan.

Penelitian Etnografi pada Masyarakat Kompleks
Masyarakat kompleks adalah masyarakat yang mempunyai
karakteristik terbuka, besar dan cenderung heterogen. Dengan
demikian maka kebudayaan masyarakat kompleks tidak
mewakili cara pandang hidup total dari warganya. Kebudayaan
masyarakat kompleks merupakan kelompok-kelompok
kebudayaan yang saling tumpang tindih. Untuk itu dalam
meneliti kebudayaan pada masyarakat kompleks kita harus
menentukan satu atau lebih culture scene sebagai fokus
penelitian.
Pengumpulan data penelitian pada masyarakat kompleks selain
menggunakan metode etnografi juga digunakan teknik survei
untuk mendapatkan gambaran umum dari subyek yang
ditelitinya. Di samping itu penelitian pada masyarakat kompleks
juga menggunakan metode analisis jaringan sosial. Analisis
jaringan sosial sendiri digunakan untuk mendeskripsikan pola-
pola hubungan antara satu orang atau satu pihak dengan orang
atau pihak yang lainnya. Analisis jaringan sosial dilakukan
dengan cara menentukan alpha sebagai titik sentral jaringan
yang kemudian diperlebar pada para alter.

Kebudayaan

Pengertian dan Karakteristik Kebudayaan
Terdapat dua pendekatan dalam mempelajari kebudayaan yaitu
pendekatan ideasional dan pendekatan behaviorisme. Kedua
pendekatan ini memandang kebudayaan melalui kacamata yang
berbeda. Pendekatan ideasional melihat kebudayaan sebagai
sistem kognitif, sementara pendekatan behaviorisme melihat
kebudayaan sebagai sistem adaptif. Kedua pendekatan ini
melahirkan sejumlah pengertian kebudayaan, sebagaimana
yang dikemukakan oleh para ahli. Melalui kedua pendekatan ini
maka wujud kebudayaan dapat dilihat sebagai sistem ide/
gagasan, sistem perilaku, dan artefak.
Sementara itu dalam melihat dan memahami kebudayaan kita
harus mengacu pada sejumlah karakteristik kebudayaan.
Karakteristik kebudayaan tersebut antara lain adalah bahwa
kebudayaan itu dimiliki bersama, diperoleh melalui belajar,
bersifat simbolis, bersifat adaptif dan maladapti, bersifat relatif
dan universal.

Tujuh Unsur Kebudayaan Universal
Setiap kebudayaan di manapun akan mengandung unsur-unsur
kebudayaan yang terdiri dari tujuh unsur yaitu sistem
pengetahuan (kognitif), kekerabatan, sistem teknologi dan
peralatan hidup, sistem religi, sistem mata pencaharian hidup,
bahasa dan kesenian. Antara unsur satu dan lainnya akan saling
berkaitan tidak dapat berdiri sendiri.
Isi dari setiap unsur kebudayaan akan berbeda antara
kebudayaan satu dari yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di antaranya faktor geografis. Setiap isi dari
unsur kebudayaan tidak bersifat statis tetapi akan berubah
sesuai dengan tingkat kebutuhan dan proses adaptif yang
diperlukan. Sebab pada dasarnya kebudayaan berfungsi
mempermudah kehidupan manusia.
Di samping itu terdapat beberapa aspek dari kebudayaan, yaitu
integrasi kebudayaan, fokus kebudayaan, dan etos kebudayaan.
Aspek-aspek kebudayaan ini juga menjelaskan pada kita
bagaimana rupa dan fungsi dari kebudayaan masyarakat
tersebut.

Kehidupan Kolektif Atau Masyarakat

Pengertian, Konsep dan Bagian-Bagian Masyarakat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama. Sedangkan komunitas adalah suatu kesatuan hidup
manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta yang
terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Jadi penekanannya
lebih pada wilayah.
Kata “masyarakat” berasal dari akar kata syaraka yang
berarti “ikut serta, saling bergaul”. Dalam bahasa Arab istilah
untuk masyarakat yang bermakna sama dengan bahasa
Indonesia “berkumpul” adalah mujtama.
Dalam suatu masyarakat terdapat juga bagian-bagian yang
berupa kesatuan-kesatuan manusia dengan ciri-ciri pengikat
yang berbeda sesuai dengan kepentingannya. Kerumunan
(crowd) dan kategori sosial merupakan kesatuan manusia yang
tidak dapat disebut masyarakat karena tidak memiliki empat
faktor pengikat, sedangkan kelompok dan komunitas dapat
disebut masyarakat karena memiliki faktor tersebut. Empat
faktor pengikat masyarakat yaitu ada interaksi antaranggota;
adat istiadat dan norma-norma yang mengatur perilaku;
berkesinambungan; serta memiliki satu rasa identitas yang kuat.

Interaksi dan Pranata Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Interaksi merupakan salah satu faktor pengikat masyarakat.
Interaksi ini merupakan tindakan individu dalam menjalani
kehidupannya. Dalam berinteraksi ini pranata merupakan faktor
utama yang mewadahi sistem-sistemnya. Pranata merupakan
sistem aturan (norma khusus) yang menata suatu rangkaian
tindakan berpola mantap untuk memenuhi suatu keperluan
khusus dari manusia dalam masyarakat.
Ada 8 klasifikasi pranata yang sifatnya tidak terlalu baku.
Artinya pranata-pranata tersebut masih dapat berkembang
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Semakin
kompleks masyarakatnya maka akan semakin beragam
pranatanya. Di samping itu pranata tidak hanya lahir dari dalam
masyarakat yang bersangkutan, tetapi juga dari luar masyarakat
yang bersangkutan. Dalam masyarakat juga dikenal adanya
peranan sosial, struktur sosial dan jaringan sosial.

Perubahan Kebudayaan

Teori dan Mekanisme Perubahan Kebudayaan
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan
yang banyak menjadi perhatian para ahli antropologi adalah
adanya penemuan baru dan gejala persebaran unsur-unsur
kebudayaan. Untuk mengenali karakteristik unsur kebudayaan
dan perubahan kebudayaan terdapat beberapa teori di
antaranya adalah teori evolusi dan difusi. Teori evolusi
menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara
perlahan-lahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami
proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-
masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-
beda. Salah satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan
masyarakat yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai
masyarakat yang belum maju. Teori difusi memberi ilustrasi lain
bahwa perubahan kebudayaan terjadi karena adanya proses
pengaruh mempengaruhi dari kebudayaan yang satu terhadap
kebudayaan lainnya. Persamaan unsur kebudayaan pada
masyarakat yang berbeda dianggap bukan sebagai hasil dari
proses evolusi tetapi karena adanya kontak atau hubungan
yang terjadi pada masa lampau dari kedua atau lebih
masyarakat yang memiliki kesamaan kebudayaan tersebut.
Perubahan kebudayaan terjadi melalui mekanisme yang
berbeda-beda. Suatu kebudayaan masyarakat akan berubah
melalui mekanisme adanya inovasi atau penemuan baru dalam
masyarakat itu sendiri. Sedangkan mekanisme lainnya dapat
terjadi melalui proses difusi, akulturasi, culture loss, genocide,
dan perubahan terencana (direct change).

Modernisasi dan Kondisi Masyarakat Mendatang
Modernisasi merupakan fenomena dunia yang dijadikan
“alat” untuk mengejar ketinggalan dan memperoleh
kemajuan tertentu yang pernah atau sudah diraih oleh negara
maju. Dengan demikian sejumlah negara atau bangsa yang tidak
melaksanakan modernisasi dianggap akan menjadi negara atau
bangsa yang semakin tertinggal bahkan akan dikuasai oleh
negara atau bangsa yang lebih berpengaruh. Modernisasi di
Barat didahului oleh komersialisasi dan industrialisasi,
sedangkan di negara non-Barat, modernisasi didahului oleh
komersialisasi dan birokrasi.
Modernisasi menurut Reinhart Bendix (1964) adalah seluruh
perubahan sosial politik yang menyertai industrialisasi.
Industrialisasi didefinisikannya sebagai pembangunan ekonomi
melalui transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang
digunakan. Makna dari esensi modernisasi adalah sejenis
tatanan sosial modern atau yang sedang berada dalam proses
menjadi modern..
Beberapa ciri-ciri aspek kemodernan adalah berkenaan dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, setidaknya
mengenai produksi dan konsumsi secara tetap; kadar partisipasi
rakyat dalam pemerintahan yang memadai; difusi norma-norma
sekuler-rasional dalam kebudayaan; peningkatan mobilitas
dalam masyarakat; transformasi kepribadian individu, sehingga
dapat berfungsi secara efektif dalam tatanan sosial yang sesuai
dengan tuntutan kemodernan.
Globalisasi dicirikan dengan lahirnya perjanjian perdagangan
bebas yang disepakati oleh beberapa negara seperti WTO
(World Trade Organization), GATT (General Agreement on Tariffs
and Trade), dan AFTA (Asia Facific Trade Associations). Perjanjian
yang disepakati tersebut adalah bahwa para produsen memiliki
kebebasan untuk memasarkan produknya ke negara-negara di
seluruh dunia, paling tidak bagi negara-negara pendukung
perdagangan bebas. Sebuah negara tidak memiliki kontrol
secara penuh terhadap pengaruh masuknya produk dari luar.
Keberadaan perusahaan transnasional seperti Toyota, McDonald,
dan lain-lain yang terdapat di satu negara di luar negara asal
perusahaan tersebut merupakan indikasi gejala globalisasi.

Kajian-Kajian Antropologi

Religi
Religi merupakan salah satu unsur universal dari kebudayaan.
Karakteristik utama religi adalah kepercayaan pada makhluk dan
kekuatan supranatural. Masyarakat di dunia memiliki beragam
konsepsi tentang makhluk supranatural, namun pada dasarnya
dapat diklasifikan atas tiga kategori yaitu dewa-dewi, arwah
leluhur, dan makhluk supranatural lain/bukan manusia.
Makhluk-makhluk supranatural itu dianggap menguasai dunia
atau bagian tertentu dari dunia.
Selain keyakinan akan adanya makhluk dan kekuatan
supranatural, tiga komponen penting lainnya dari religi adalah
emosi keagamaan, sistem upacara religi, dan umat/pengikut
religi.
Ada dua upacara ritual penting yang sering dilakukan
masyarakat di dunia yaitu upacara peralihan (Rites of Passage)
dan upacara intensifikasi (Rites of Intensification). Upacara
peralihan adalah upacara ritual yang berkaitan dengan
peralihan dari satu tahap kehidupan manusia ke tahap
kehidupan berikutnya. Kelahiran, masa pubertas, perkawinan,
dan kematian merupakan tahap-tahap yang dianggap penting
dalam kehidupan manusia. Upacara intensifikasi adalah upacara
yang dilakukan ketika suatu kelompok dilanda krisis. Upacara ini
mempersatukan semua orang dalam kelompok untuk mengatasi
masalah bersama-sama.
Religi memiliki fungsi psikologis dan sosial. Religi berperan
penting dalam pengendalian sosial. Religi juga berfungsi dalam
memelihara solidaritas sosial. Fungsi lain dari religi terkait
dengan bidang pendidikan.

Sistem Perekonomian
Ahli antropologi berasumsi bahwa motivasi seseorang dalam
melakukan kegiatan ekonomi sangatlah beragam. Penggunaan
sumber daya yang dimiliki manusia dimotivasi oleh berbagai
tujuan antara lain: a subsistence fund, a replacement fund, a
ceremonial fund, a social fund, dan a rent fund.
Sistem produksi (mode of production) pada dasarnya
merupakan strategi adaptasi masyarakat terhadap lingkungan.
Faktor-faktor produksi (means of production) meliputi tanah/
teritori, tenaga kerja, teknologi, dan modal.
Pertukaran/sistem distribusi yang berkembang di berbagai
kebudayaan di dunia dapat difokuskan atas tiga prinsip yaitu:
prinsip pasar, redistribusi, dan resiprositas (Karl Polanyi, 1957
dalam Kottak 1991). Resiprositas terbagi atas tiga tingkat yaitu
resiprositas umum (generalized reciprocity), resiprositas
seimbang (balanced reciprocity), resiprositas negatif (negative
reciprocity).
Salah satu alat pertukaran yang banyak digunakan di dunia
adalah uang. Beberapa fungsi uang antara lain adalah sebagai
alat pertukaran, sebagai standar nilai, dan sebagai alat
pembayaran. Mata uang yang memiliki ketiga fungsi tersebut
disebut a general purpose money, sedangkan mata uang yang
tidak memenuhi ketiga fungsi disebut a special purpose money

Masa Depan Antropologi
Pemahaman Konsep
Setiap kajian antropologi yang pernah dilakukan selalu berusaha
untuk memahami kebudayaan dari masyarakat yang
dipelajarinya. Oleh karena itu, dalam antropologi, kebudayaan
merupakan konsep sentral. Hanya dalam perkembangannya, kini
konsep kebudayaan tidak sekedar merupakan alat untuk
mendeskripsikan atau alat untuk mengumpulkan data-data
kebudayaan tetapi lebih ke arah sebagai “alat analisis”.
Konsep yang mendasar dalam Kegiatan Belajar 2 ini adalah
“kebudayaan” dan “adaptasi”. Dalam hal ini, adaptasi
adalah berkenaan dengan bagaimana manusia mengatur
hidupnya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan-kebutuhan dan hambatan-
hambatan dalam memenuhinya menuntut manusia untuk
beradaptasi. Manusia harus mampu memelihara keseimbangan
yang terus-menerus berubah antara kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dan potensi yang terdapat di lingkungan di mana dia
tinggal dan hidup. Menghadapi berbagai kemungkinan tersebut
dalam menjalani hidup inilah yang menjadi tugas utama sebuah
“kebudayaan”.
Kebudayaan memang tampaknya sangat stabil. Namun,
sebenarnya, sedikit atau banyak, perubahan merupakan
karakteristik utama dari semua kebudayaan. Baik itu
kebudayaan dari masyarakat maju, maupun kebudayaan dari
masyarakat yang sedang berkembang atau masyarakat
tradisional. Selain itu, karena kebudayaan mempunyai tugas
utama untuk membuat manusia sanggup menghadapi berbagai
kemungkinan yang terus menerus berubah dalam menjalani
hidup ini maka semua masyarakat manusia yang masih eksis di
muka bumi ini mempunyai kebudayaan tanpa kecuali. Di
samping itu, sudah selayaknya bila dikatakan bahwa
kebudayaan tertentu adalah yang paling sesuai bagi masyarakat
pendukungnya. Oleh karena itu pula tidak ada kebudayaan yang
lebih tinggi atau lebih baik dari kebudayaan lainnya.
Sementara itu, sebuah kebudayaan juga perlu memelihara
eksistensi dirinya. Kebudayaan, dalam menjaga
keberlangsungannya adalah dengan cara menciptakan tradisi-
tradisi, seperti yang terdapat pada berbagai pranata-pranata
sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan
kata lain, kebudayaan mengoperasionalkan model-model
pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pranata-pranata sosial.
Ada pranata perkawinan, pranata agama, pranata pendidikan,
pranata politik dan sebagainya.
Sedangkan hubungannya dengan “struktur sosial”, pranata-
pranata sosial ini berfungsi sebagai pengontrol dalam menjaga
keberlangsungan struktur-struktur sosial yang bersumber pada
kebudayaan. Selain itu, kebudayaan memberi ‘warna’ atau
‘karakter’ terhadap struktur-struktur sosial yang ada
sehingga struktur-struktur sosial yang terdapat pada
kebudayaan tertentu akan tampak ‘khas’ bila dibandingkan
dengan struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan
yang berbeda. Dengan demikian, struktur sosial merupakan
‘operasionalisasi’ dari pranata-pranata sosial – yang telah
disesuaikan dengan lingkungan-lingkungan sosial yang ada
dalam kehidupan nyata pendukung kebudayaan yang
bersangkutan.

Perubahan dan Keteraturan
Perubahan adalah karakteristik umum dari semua kebudayaan.
Meski perubahan merupakan karakteristik kebudayaan, namun
proses perubahan tersebut selalu berakhir dengan
“keteraturan”, yaitu menuju proses “keteraturan baru”.
Setelah tercapai posisi “keteraturan baru” maka proses
perubahan akan berjalan kembali. Demikian seterusnya. Oleh
karena itu kebudayaan tampak “stabil” dan “kuat” tetapi
juga bersifat lentur.
Perubahan dikatakan sebagai karakteristik umum dari semua
kebudayaan karena secara alamiah:
. Lingkungan di mana manusia tinggal dan hidup – yang
tampaknya stabil – pada hakikatnya juga dinamis atau
selalu mengalami proses perubahan.
. Adanya variasi pengetahuan kebudayaan dari para
pendukung kebudayaan itu sendiri.
. Penemuan dari para pendukung kebudayaan sehingga
terjadi suatu pembaharuan atau inovasi.
. Selain itu, perubahan juga terjadi karena bermula dari
berinteraksi (pertemuan dengan) kebudayaan asing
(misalnya karena proses difusi atau hubungan sosial
tertentu) sehingga terjadi asimilasi atau akulturasi,
pembaharuan atau hilangnya unsur-unsur tertentu dalam
kebudayaan.
Proses perubahan yang berlangsung terus menerus ini, pada
akhirnya membawa umat manusia masuk ke dalam peradaban
perkotaan seperti yang terjadi saat ini. Berbicara tentang
peradaban kota tentunya tidak lepas dari proses perubahan
karena modernisasi, yang merupakan akibat dan kelanjutan dari
keempat faktor di atas.
Modernisasi adalah suatu proses global di mana masyarakat
nonindustri berusaha mendapatkan ciri-cirinya dari masyarakat
industri atau masyarakat “maju” sehingga terjadi proses
perubahan kultural pada masyarakat nonindustri. Masyarakat
nonindustri mencoba mengejar ketinggalan terhadap apa yang
sudah dicapai oleh masyarakat industri/maju dalam waktu satu
generasi (relatif cepat). Akibatnya, masyarakat nonindustri
banyak yang mengalami ketidaksiapan atau kesulitan untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang sedemikian cepat.
Akhirnya, Tumbuh kebudayaan “ketidakpuasan” dan
“culture lag” di sebagian besar masyarakat nonindustri.
Sementara proses modernisasi berlangsung, proses globalisasi
pun sedang terjadi. Masyarakat dunia sedang bergerak ke arah
tumbuhnya satu kebudayaan dunia yang “homogen”. Proses
modernisasi dan globalisasi ini mendorong masyarakat
nonindustri (negara-negara sedang berkembang dan dunia
ketiga) ke arah kecenderungan untuk meniru produk, teknologi
dan praktek-praktek masyarakat maju. Sementara itu, reaksi lain
juga muncul seperti penolakan unsur-unsur yang berbau
kebudayaan asing, tumbuhnya etnosentrisme baru,
evangelisme/dakwahisme bahkan yang lebih ekstrem lagi
muncul seperti “teror-teror” bom yang banyak terjadi saat ini
(militan).

Masa Depan Umat Manusia dan Kajian Antropologi
Kebudayaan pada dasarnya selalu dinamis karena harus terus-
menerus menyesuai diri dengan lingkungan dan kebutuhan-
kebutuhan hidup para pendukung kebudayaan tersebut.
Demikian halnya dengan antropologi. Bukan karena masyarakat
nonindustri atau tradisional semakin lama semakin sedikit yang
tersisa dan hampir punah karena arus modernisasi dan
globalisasi, lalu antropologi kehilangan arah. Selayaknya
kebudayaan, antropologi yang dalam setiap kajiannya selalu
berusaha memahami kebudayaan dari masyarakat yang
ditelitinya (kebudayaan sebagai konsep sentral antropologi)
juga dituntut mampu beradaptasi atas perubahan-perubahan
yang dialami oleh masyarakat kajiannya. Dalam hal ini,
antropologi dituntut beradaptasi secara kultural pula, yaitu
adaptasi dalam hal teori dan konsep agar tetap eksis dan
mampu memberikan sumbangan teoritis dan praktis.
Tidak hanya beradaptasi semata, tetapi antropologi juga
dituntut untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan atau
temuan-temuan baru di bidang teori dan konsep dari hasil
kajian-kajian yang dilakukannya. Dengan ‘menghilangnya’
masyarakat tradisional bukan berarti antropologi sudah
kehilangan lahan penelitian/kajian. Saat ini sudah banyak kajian
tentang masyarakat dari peneliti itu sendiri.
Memang banyak kritikan yang ditujukan kepada antropologi dan
para ahlinya, terutama di Indonesia. Kritikan-kritikan tersebut
umumnya berkisar pada masalah relevansi antropologi dan
sumbangan praktis di era pembangunan atau di era modernisasi
dan globalisasi saat ini. Misalnya, kajian tentang masalah
masyarakat yang hampir punah, waktu penelitian yang relatif
lebih lama ketimbang waktu yang diperlukan oleh ilmu sosial
lain, masalah sejauh mana antropologi mampu menghasilkan
generalisasi atas studi yang dilakukan, dan apakah teori-teori
dan konsep-konsepnya masih relevan untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi.
Berbagai kritikan ini harus dipandang sebagai masukan karena
hal ini merupakan salah satu pendorong untuk perkembangan
antropologi itu sendiri.


Read More......

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS